Asal Usul Gampong/Legenda Gampong
Pada awal mulanya kawasan hutan datar berbukit yang kini bernama Gampong Riseh Tunong masuk dalam wilayah Kerajaan Pasée. Menurut asbabul nuzulnya, kemudian Kerajaan Pasée diajak untuk menyatukan diri dengan Kesultanan Aceh yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
Sekitar tahun 1891-1896 sekelompok kaum muslimin (ulama perang fisabilillah dari kerajaan Kesultanan Aceh) singah di Pucok Krueng Pagah dalam misi gerilya melanjutkan perang fisabilillah melawan pasukan belanda pada agresi ketiga prang Aceh.
Menurut riwayat para petua gampong, para kaum muslimin ini berangkat dari Aceh Rayeuk bersama tiga pasukannya. Rombongan pertama singgah di Nanggroe Peusangan dipimpin oleh Tgk. Malem Puteh yang populer dengan panggilan Teungku Lambaet. Dipanggil Tgk Lambaet karena beliau berasal dari Gampong Lambaet, Aceh Rayeuk (Aceh Besar sekarang) yang terletak di kawasan Krueng Kalee, lewat Darussalam menuju Blang Bintang.
Rombongan kedua menuju ke arah Nanggroe Keureutoe (Lhokseukon, sekarang) untuk bergabung dengan Tgk Syik Di Tunong, suami dari Cut Meutia. Sedangkan rombongan ketiga terlebih dahulu singah di Nanggroe Meureudu bergabung dengan Tgk. Muhammad Jailuddin yang terkenal dengan Tgk Ja Pakeh.
Pada suatu malam, Tgk. Malem Puteh atau Tgk. Lambaet mendapatkan firasat bahwa salah seorang sahabatnya yang menetap di pucok krueng pagah membutuhkan bantuannya. Mendapat firasat tersebut, pada esok harinya bersama rombongan Tgk. Lambaet pergi mencari daerah datar dan berbukit-bukit tersebut.
Dalam perjalannya, beliau sempat singah semalam di Gampong Babah Krueng. Untuk sampai ke pucok krueng pagah, beliau harus berputar-putar (Aceh: lise-lise) diatas bukit dengan hutan lebat yang di tumbuhi oleh pohon Riseh. Menurut riwayat, kemudian Teungku Haji Lambaet memberi nama daerah ini dengan sebutan Riseh.
Beberapa kaum muslimin yang termashur namanya sampai sekarang antara lain; Teungku Di Lambayong, Teungku Di Lhok Drien, Teungku Di Guha Gunong, dan Tengku Di Blang Riseh.
Pada hari Jumat tanggal 10 Oktober tahun 1904 oleh para penghulu rakyat bermufakat dan membagi wilayah Riseh dalam tiga Seuneubok yaitu; Seunebok Baroh, Seneubok Teungoh dan Seunebok Tunong dan masing-masing Seuneubok memilih seorang yang dipertuakan sebagai pemimpin. Pada masa itu, kesultanan Aceh dipimpin oleh Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman.
Pada saat menyambut kemerdekaan RI gampong Riseh di bagi menjadi tiga Gampong yaitu;
a. Desa Riseh Baroh yang menjadi Petua (Keuchik Ibrahim).
b. Desa Riseh Teungoh yang menjadi Petua (Marhaban Banta).
c. Desa Riseh Tunong yang menjadi Petua (Ben Hasan Ali).
Pada saat Pemekaran Riseh menjadi tiga Gampong tersebut di usulkan oleh Geuchik Hasan Ali (geuchik Riseh) kepada Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1948 masa (Presiden Soekarno Hatta).